Aku selalu kagum pada dentingan detik, denting demi denting yang selalu mengajarkanku untuk setia pada misteri, denting demi denting yang mendebarkan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, Dentingan yang juga yang menari-nari didalam pikiranku, mengisaratkan untuk tidak diam diri terpaku pada kesedihan dan rasa bersalah itu. Haruskah aku diam? bukan mental seorang lelaki jika aku terus diam diri, aku juga butuh harapan baru, setidaknya yang mampu menghiburku.
Kususuri jalan setapak ini, jalan kecil yang penuh lubang-lubang kesalahan, kuhindari semua lubang itu , bukan karena takut kotor, aku hanya takut jatuh, rasa yang wajar setelah apa yang ku alami selama ini. Mungkin memang bukan salah mereka-mereka yang merasa pernah jatuh karena aku, mungkin benar juga jka mereka menyalahkanku karena itu, tapi itukan tergantung presefsi? aku juga tidak menolak dihujat, dicaci maki selama itu bisa buat puas bagi yang mencaci, tapi apakah harus aku memaksa rasa? haruskah aku terus berbohong? bukannya juga tidak enak rasanya jika merasa dibohongi?.
Ada hal yang mungkin orang lain tidak ketahui tentang aku, tentang bagaimana aku. Banyak orang juga tidak pernah tahu dengan apa yang aku lakukan ini, hanyalah hujatan yang bakal aku terima dan aku tahu itu. Ketika aku menyusuri jalan kecil ini aku bertemu banyak sekali bunga. Tapi tidak sedikit juga yang berduri meski indah diluar, namun ada satu bunga diantara lubang itu dan aku yakin bisa kupetik bunga itu untuk kumiliki. Memang buruk namanya ketika bunga tersebut berada ditepi jalan, orang lain pun akan memandangnya sebelah mata. Tapi setidaknya bunga itu masih indah , apakah aku salah? mungkin aku salah bagi yang lain, tapi bagiku, bunga itu adalah bunga yang lain bunga dengan segala keindahan di dalamnya.
Takut bunga itu tidak akan tumbuh? ya, aku takut bunga itu tidak akan tumbuh, tapi aku berusaha sekuat hati kusiram bunga itu, sebisa mungkin bunga itu agar tidak layu karena bunga itu adalah bunga yang ku pilih sendiri.
No comments:
Post a Comment